Minggu, 21 Juni 2015

Sejarah Batik Indonesia

Kata batik berasal dari gabungan dua kata bahasa Jawa: amba, yang bermakna 'menulis' dan titik, yang bermakna 'titik'. Walaupun kata batik berasal dari bahasa Jawa, kehadiran batik di Jawa sendiri tidaklah tercatat. G.P. Rouffaer berpendapat bahwa teknik membatik kemungkinan diperkenalkan dari India atau Srilanka pada abad ke-6 atau ke-7. Di sisi lain, J.L.A. Brandes, arkeolog Belanda, dan F.A. Sutjipto, sejarawan Indonesia, percaya bahwa tradisi batik adalah asli dari daerah seperti Toraja, Flores, Halmahera, dan Papua. Perlu dicatat bahwa wilayah tersebut bukanlah area yang dipengaruhi oleh Hinduisme, tetapi diketahui memiliki tradisi kuno membuat batik.

G.P. Rouffaer juga melaporkan bahwa pola gringsing sudah dikenal sejak abad ke-12 di Kediri, Jawa Timur. Dia menyimpulkan bahwa pola seperti ini hanya bisa dibentuk dengan menggunakan alat canting sehingga ia berpendapat bahwa canting ditemukan di Jawa pada masa sekitar itu. Adapun detil ukiran kain yang menyerupai pola batik dikenakan oleh Prajnaparamita, arca dewi kebijaksanaan Buddhis dari Jawa Timur abad ke-13. Detil pakaian menampilkan pola sulur tumbuhan dan kembang-kembang rumit yang mirip dengan pola batik tradisional Jawa yang dapat ditemukan kini. Hal ini menunjukkan bahwa membuat pola batik yang rumit yang hanya dapat dibuat dengan canting telah dikenal di Jawa sejak abad ke-13 atau bahkan lebih awal.


Sementara pada legenda dalam literatur Melayu abad ke-17, Sulalatus Salatin, menceritakan Laksamana Hang Nadim yang diperintahkan oleh Sultan Mahmud untuk berlayar ke India agar mendapatkan 140 lembar kain serasah dengan pola 40 jenis bunga pada setiap lembarnya. Karena tidak mampu memenuhi perintah itu, dia membuat sendiri kain-kain itu. Namun sayangnya kapalnya karam dalam perjalanan pulang dan dia hanya mampu membawa empat lembar sehingga membuat sang Sultan kecewa. Kemudian keempat lembar kain tersebut ditafsirkan sebagai batik.


Sedangkan sumber lain mengatakan Kerajinan batik di Indonesia telah dikenal sejak zaman Majapahit dan terus berkembang hingga kerajaan berikutnya. Meluasnya kesenian batik menjadi milik rakyat Indonesia, khususnya suku Jawa adalah setelah akhir abad ke-18 atau awal abad ke-19. Dimana batik yang dihasilkan adalah batik tulis sampai awal abad ke-20, kemudian disusul batik cap, yang baru dikenal setelah Perang Dunia I atau sekitar tahun 1920. Batik cap masuk bersamaan dengan masuknya obat-obat batik luar negeri yang dijual oleh pedagang-pedagang Cina di Mojokerto. Cap dibuat di Bangil dan pengusaha-pengusaha Batik Mojokerto dapat membelinya di Pasar Porong, Sidoarjo. 


Pasar porong ini, sebelum krisis ekonomi dunia dikenal sebagai pasar yang ramai, dimana hasil-hasil produksi Batik Kedungcangkring dan Jetis Sidoarjo banyak dijual. Waktu krisis ekonomi, pengusaha batik Mojokerto ikut lumpuh. Sesudah krisis, kegiatan pembatikan timbul kembali sampai Jepang masuk ke Indonesia. Dan waktu pendudukan Jepang, kegiatan pembatikan lumpuh kembali. Kegiatan pembatikan muncul lagi sesudah revolusi dimana Mojokerto sudah menjadi daerah pendudukan.


Sumber Berita: www.gaya.tempo.co, www.jabarprov.go.id, & www.katedraljakarta.or.id 


http://gaya.tempo.co/read/news/2013/10/02/110518313/Ini-Sejarah-Panjang-Batik-Indonesia